Sabtu, 08 Agustus 2009

BLOG.ANAK SIBOLGA







Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

Oleh: HAPPYNET PANDAN

Sumber daya pesisir dan lautan merupakan potensi penting dalam pembangunan masa depan, mengingat luas wilayah laut Indonesia adalah 62% dari luas wilayah nasional, belum termasuk Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km persegi. Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan wilayah pesisir di kawasan pantai barat Sumatera Utara, yang luas wilayah pesisirnya 2,188 km2, dengan jumlah penduduk kurang lebih 297.843 jiwa.

Dengan berbagai kekayaan keanekaragaman hayati dan jasa-jasa lingkungan yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Tengah, sumber daya pesisir dan lautan mempunyai nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Guna menjamin keberlanjutan dari sumber daya tersebut, pengelolaannya harus dilakukan secara terencana dan terpadu serta mampu memberika manfaat yang sebesar-besarnya kepada semua stakeholder terutama masyarakat pesisir yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah.

Pendahuluan

Wilayah pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah.

Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan dan berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir. Di masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian pedalaman, sedangkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan. Sudah saatnya memang paradigma tersebut dirubah dengan memberikan perhatian yang sama terhadap masyarakat pesisir karena mereka juga adalah warga negara Indonesia. Konsekuensinya, justru masyarakat pesisir perlu mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka akibat paradigma masa lampau. Yang perlu dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat, umumnya bukan lagi ditekankan pada pembangunan (development) dalam arti memberikan barang atau uang kepada masyarakat, tetapi dengan pelatihan dan pendampingan agar masyarakat mempunyai kemampuan manajemen (pengelolaan).

Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut Community-Based Management (CBM) menurut Nikijuluw 1994 dalam Zamani dan Darmawan 2000, merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam, misalnya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Selain itu, mereka juga memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaannya (religion). Dalam hal ini penulis sangat setuju dengan pendapat tersebut.

Menurut Carter 1996 dalam Zamani dan Darmawan 2000, memberikan definisi sebagai : “A strategy for achieving a people-centered development where the focus of decision making with regard to the sustainable use of natural resources in an area lies with the people in the communities of that area” atau “Suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah berada ditangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut”.

Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan tanggungjawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber daya yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Dengan demikian pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat adalah pendekatan pengelolaan yang melibatkan kerja sama antara masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama dimana masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Pemikiran ini sangat didukung oleh tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir di Indonesia antara lain:

1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha.

2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir dan lautan.

3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan.

4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan lautan.

Dari beberapa tujuan tersebut di atas maka pemanfaatan secara optimal dan lestari adalah salah satu yang menjadi pertimbangan utama di dalam pengelolaan sumber daya. Pemanfaatan secara lestari hanya akan dicapai jika sumber daya dikelola secara baik, proporsional dan transparan.

Pengembangan dan pengelolaan daerah pesisir di Indonesia bukan hanya tanggungjawab dari pemerintah pusat tetapi kewenangan tersebut telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dengan dikeluarkannya Udang-undang nomor. 22 tahun 1999 yang memberikan kewenangan pada daerah dalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk propinsi dan 1/3 untuk kabupaten.

Di Indonesia pengelolaan sumberdaya berbasis Masyarakat sebenarnya telah di tetapkan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.

Dalam Implementasinya, pola pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini sangat bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam pasal tersebut, pelaksanaannya masih bersifat top down, artinya semua kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan mulai dari membuat kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal, padahal apabila dilihat karakteristik wilayah pesisir dan lautan baik dari segi sumberdaya alam maupun dari masyarakatnya sangat kompleks dan beragam, sehingga dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan seharusnya secara langsung melibatkan masyarakat lokal.

Atas dasar tersebut dan dengan adanya kebijakan pemerintah Republik Indonesia tentang Otonomi Daerah dan desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan, maka sudah semestinya bila pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara langsung melibatkan partisipasi masyarakat lokal baik dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi, sehingga mampu menjamin kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat lokal serta kelestarian pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut. Merujuk dari asumsi tersebut dalam rangka mengantisipasi penyelenggaraan Otonomi Daerah yang mandiri dan bertanggung jawab, maka diperlukan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mendayagunakan secara efektif kekayaan alam bagi kemakmuran rakyat.

Dalam kaitan ini, penulis menilai pengembangan masyarakat pantai merupakan bagian integral dari pengelolaan sumber pesisir dan laut bagi kemakmuran masyarakatnya, sehingga perlu digunakan suatu pendekatan dimana masyarakat sebagai obyek sekaligus sebagai subyek pembangunan.

Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat dengan Mengupayakan Pengembangan Masyarakat Pantai

Strategi pengembangan masyarakat pantai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non struktural. Pendekatan struktural adalah pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem dan struktur sosial politik. Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwewenang atau organisasi yang dibentuk untuk pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting tetapi akan kurang kuat karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, paling tidak pada tahap awal.

Dilain pihak pendekatan non struktural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan tersebut harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara integratif.

1. Pendekatan struktural

Sasaran utama pendekatan struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik. Dengan penataan aspek struktural, diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan struktur dan sistem hubungan sosial dan ekonomi tersebut diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melindungi sumber daya alam dari ancaman yang datang baik dari dalam maupun dari luar.

Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang utama yang selama ini secara terus menerus menempatkan masyarakat (lokal) pada posisi yang sulit. Pendekatan struktural membutuhkan langkah-langkah strategi sebagai berikut :

a. Pengembangan aksesibilitas masyarakat pada sumber daya alam

Aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya alam adalah salah satu isu penting dalam rangka membangun perekonomian masyarakat. Langkah tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk dapat menikmati peluang pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan (sustainable).

b. Pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap proses pengambilan

keputusan

Keberhasilan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan pesisir dan laut sangat tergantung pada ketepatan kebijakan yang diambil. Kebijakan yang dikembangkan dengan melibatkan dan memperhatikan kepentingan masyarakat dan menjamin keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan wilayah. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena akan menghasilkan kebijakan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Kebijakan yang berbasis pada potensi masyarakat akan mendorong keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam. Selain itu juga memberikan keuntungan ganda. Pertama, dengan mengakomodasi aspirasi masyarakat maka pengelolaan pesisir dan laut akan menarik masyarakat sehingga akan mempermudah proses penataan. Kedua, memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab atas keamanan pesisir dan laut. Selain itu yang lebih penting lagi adalah adanya upaya untuk meningkatkan kepentingan hakiki masyarakat yaitu kesejahteraan.

d. Peningkatan aksebilitas masyarakat terhadap informasi

Informasi merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan masyarakat pantai sebagai bagian dari pengelolaan pesisir dan laut. Kesediaan informasi mengenai potensi dan perkembangan kondisi wilayah dan sumber daya alamnya sangat berharga untuk penyusunan kebijakan, program dan kegiatan di wilayah tersebut.

e. Pengembangan kapasitas kelembagaan

Untuk meningkatkan peran masyarakat dalam perlindungan wilayah dan sumber daya alam, diperlukan kelembagaan sosial, untuk mendorong peranan masyarakat secara kolektif. Semangat kolektif akan mendorong upaya pemberdayaan masyarakat untuk melindungi wilayahnya dari kerusakan yang dapat mengancam perekonomian.

Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan lembaga sosial diharapkan untuk memperkuat posisi masyarakat dalam menjalankan fungsi manajemen wilayah pesisir dan laut.

f. Pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat

Keberadaan sistem pengawasan yang efektif merupakan syarat utama keberhasilan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Sistem pengawasan tersebut harus mampu menjalankan fungsinya dengan cara memobilisasi semua unsur terkait. Salah satu pendekatan yang efektif adalah pengembangan sistem pengawasan berbasis pada masyarakat. Sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat adalah suatu sistem yang dilandasi oleh kepentingan, potensi dan peranan masyarakat lokal.

Untuk itu, sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat tersebut selain memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut mengawasi sumber daya alam dan wilayah tempat mereka tinggal dan mencari makan, juga memperkuat rasa kebersamaan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerahnya. Hal ini dapat dilakukan melalui lembaga sosial masyarakat pantai (nelayan).

g. Pengembangan jaringan pendukung

Pengembangan koordinasi tersebut mencakup pembentukan sistem jaringan manajemen yang dapat saling membantu. Koordinasi melibatkan seluruh unsur terkait (stakeholders), baik jaringan pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha.

2. Pendekatan Subyektif

Pendekatan subyektif (non struktural) adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber daya alam disekitarnya. Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam.

Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumberdaya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternatif sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu:

a. Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan

b. Pengembangan keterampilan masyarakat

c. Pengembangan kapasitas masyarakat.

d. Pengembangan kualitas diri

e. Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperanserta

f. Penggalian & pengembangan nilai tradisional masyarakat

Kesimpulan

Dalam hal ini penulis berkeyakinan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan dalam upaya mengelola sumber daya di wilayah pesisir, yang cukup menjanjikan dalam rangka meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hanya saja patutlah dipertanyakan apa yang akan dilakukan pemerintah, terutama pemerintah daerah dalam mengelola sumberdaya pesisir dan lautnya.

Kita harus belajar dari pengalaman yang lampau dimana pegelolaannya mengakibatkan wilayah pesisir dan laut kita mengalami degradasi secara ekobiologi, mengalami tekanan kelebihan eksploitasi, yang semuanya bermuara pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir, khususnya nelayan menjadi semakin sulit. Semua ini merupakan indikator yang menunjukkan bahwa pemanfaatan/pengelolaan wilayah pesisir dan lautan belum memberikan hasil yang diharapkan.

Dengan adanya pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ini, diharapkan manfaat terbesar akan berpindah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah terutama masyarakatnya.

Dalam hal ini inilah masyarakat pesisir membutuhkan pendamping untuk mengawasi program tersebut. Kehadiran sebuah organiasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang kelautan sangat berperan aktif untuk menyampaikan hal ini kepada masyarakat dipadu dengan publikasi dari media cetak dan elektronik, sehingga masyarakat itu dapat memahami lebih jelas akan maksud dan tujuan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Karena penulis juga melihat banyak keuntungan yang didapatkan dalam pengelolaan berbasis masyarakat ini, diantaranya: Masyarakat ikut mengontrol sumber daya di sekitar mereka. Dukungan yang luas dari masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Ketersediaan data yang dibutuhkan dalam pemanfaatan sumber daya tersebut. Pengelolaan sumber daya dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di sekitarnya.